Jumat, 30 November 2012

Teori organisasi umum minggu 8


STRATEGI penyelesaian konflik pertanahan DAERAH (solusi bersama multi stakeholder).
Baru-baru ini kita dengar, lihat dan baca masyarakat pertanahan Indonesia bersedih. Sekian jiwa melayang karena ketidakmampuan berdaya tawar dan ketidakmampuan dalam bersandar pada produk hukum dan ketidakmampuan bersandar pada sistem politik, dan ketidakmampuan berlindung dan bersandar kepada petugas pertahanan dan keamanan (khusus ini malah berhadapan dengan moncong misiu). Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Konteks pengelolaan sumberdaya alam (tanah) Indonesia, pertanyaannya untuk apa dan untuk siapa? jawabannya jelas pengelolaan SD alam (tanah) untuk kemakmuran rakyat. Bukan untuk pelaku bisnis (investor asing yang dibela???).
Pengelolaan tidak lain tidak bukan :
Identifikasi—-inventarisasi—-pemeliharaan/pengolahan data utk menjadi informasi publik—-pemanfaatan (kemakmuran rakyat).
Apa yang dapat kita harapkan: dari para aktor berbaju uang, aktor berbaju hukum, aktor berbaju politik, aktor berbaju misiu di Indonesia bagi yang tidak ada kemampuan?????
contoh singkat: beberapa hari yng lalu antara Kementrian perhubungan dan BUMN PP No.5/2012 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono per 6 Januari. Hal ini bisa terlaksana karena orang no 1 Indonesia turun tangan. Sehingga diharapkan mendongkrak pelayanan kepada masyarakat lebih baik, dan diharapkan berdampak secara makro ekonomi.
contoh ini dapat sebagai ilham, resolusi konflik pertanahan yang berjutujuan pemanfaatan (kemakmuran rakyat).
Mari kita Identifikasi kasus konflik pertanahan yang ada (lebih kurang 2000 kasus seluruh Indonesia) jangan menunggu ada korban rakyat lagi.
Kalau sistem hukum tidak mampu, kalau sistem politik tidak mampu, kalau sistem hankam tidak mampu mencegah korban, masih ada satu sistem “ETIKA” bawah sadar manusia (kodrat suci manusia), yang tidak bisa hidup sendiri (bersosial)—-> ini digunakan oleh para jurnalis membentuk opini anti kekerasan kepada rakyat. Opini pelanggaran etika bagi yang berbuat dll dan mereka akan tereliminir dengan sendirinya di sosial (sanksi sosial kadang lebih berkeadilan).
byk bukti karena dia berbaju duit ; tertawa dan berlenggang di depan hakim
byk bukti karena dia berbaju politik; senyam-senyum berlenggang di depan hakim
byk bukti karena mereka berbaju mesiu; sangar dan berlenggang di di depan mahkamah.
tetapi jangan harap di mata jurnalis, mata rakyat (sosial power) bisa berlenggang seenaknya. sangsi tercampakkan selalu mereka terima (personal, keluarga dan kelompoknya).
Mari kita duduk bersama menghindar dari malapetaka itu dengan menyelesaikan secara arif bijaksana (aktor2) dan bijaksini (sosial power: Akademisi, para pemuka rakyat bersama rakyat).
Pengelolaan
Langkah 1: Identifikasi (sudah banyak yang melakukan)
Langkah 2: Inventarisasi, dokumentasi dan pendataan tersistem
Langkah 3: pemeiliharaan, analisis, tesis, anti-tesis, sintesa dari data tersistem —> rekomendasi resolusi konflik sesuai dengan hirarkhi bencana (mudhorot) dan hirarkhi manfaat (hikmah) dari seluruh klasifikasi data konflik.
resolusi inter aktor terlibat, resolusi antar aktor terlibat (analogi pengalihan aset).
detail segera didesiminasikan.
Dengan demikian:
Langkah 4: pemanfaatan dengan efisiensi dan efektifitas proporsi dan prioritasnya dapat terurai, sesuaikan target penanganan prioritas pada setiap kasus di daerah yang akan membaw mudhorot yang tinggi dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar